beritax.id - Pernahkah Anda menerbitkan Faktur Pajak tanpa menyertakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang seharusnya ada? Hati-hati, karena hal ini termasuk dalam kategori Faktur Pajak tidak lengkap dan bisa berujung pada sanksi denda yang signifikan. Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), memahami aturan terkait Faktur Pajak adalah keharusan, terutama dengan akan beroperasinya Coretax System yang baru. Kesalahan kecil seperti ini bisa berdampak besar pada kepatuhan pajak Anda.
Faktur Pajak dianggap tidak lengkap jika tidak diisi secara penuh, jelas, dan benar, serta tidak memuat keterangan yang diwajibkan. Beberapa contohnya meliputi:
Jika PKP menerbitkan Faktur Pajak yang tidak lengkap, sanksi administrasi yang menanti adalah denda sebesar 1% (satu persen) dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Dasar hukum sanksi ini dapat ditemukan pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), tepatnya Pasal 14 ayat (1) huruf e dan Pasal 14 ayat (4). Perlu diketahui bahwa ketentuan sanksi ini telah mengalami penyesuaian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) dan kemudian dikuatkan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelumnya, denda yang dikenakan adalah 2% dari DPP.
Selain denda bagi PKP penjual, Faktur Pajak yang tidak lengkap juga berdampak pada PKP pembeli. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan. Ini berarti PKP pembeli tidak bisa mengurangi PPN Keluaran mereka dengan PPN yang seharusnya sudah mereka bayar, sehingga berpotensi menyebabkan kerugian finansial.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN.
Dengan diperkenalkannya Coretax System, penerapan aturan mengenai Faktur Pajak tidak lengkap dan sanksinya akan mengalami perubahan signifikan, terutama dalam hal deteksi dan validasi. Coretax System dirancang untuk mengintegrasikan dan mengotomatisasi seluruh proses bisnis perpajakan, yang akan memengaruhi bagaimana pelanggaran tersebut dideteksi dan ditindaklanjuti.
Coretax System akan melakukan validasi data secara real-time atau near real-time saat PKP memasukkan data untuk membuat Faktur Pajak. Jika elemen penting seperti NIK atau NPWP pembeli yang wajib diisi ternyata kosong, tidak sesuai format, atau tidak valid (misalnya NIK tidak terdaftar di database DJP), sistem kemungkinan besar akan menolak penerbitan Faktur Pajak atau memberikan peringatan keras. Hal ini diharapkan dapat meminimalkan penerbitan Faktur Pajak yang tidak lengkap sejak awal.
Coretax System mengintegrasikan seluruh data perpajakan wajib pajak, termasuk Faktur Pajak Keluaran (dari penjual) dan Faktur Pajak Masukan (dari pembeli). Dengan integrasi ini, DJP akan lebih mudah dan cepat mendeteksi ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan data Faktur Pajak secara otomatis. Misalnya, jika PKP penjual menerbitkan Faktur Pajak tanpa NIK/NPWP yang seharusnya ada, dan pembeli mencoba mengkreditkan PPN Masukan dari Faktur Pajak tersebut. Sistem dapat langsung mengidentifikasi ketidaklengkapan dan ketidakvalidan data tersebut.
Setelah Faktur Pajak terdeteksi tidak lengkap, Coretax System dapat memicu proses penjatuhan sanksi secara lebih otomatis. Data yang dibutuhkan untuk menghitung denda (1% dari DPP) sudah tersedia dan terintegrasi dalam sistem. Meskipun proses penagihan denda tetap melalui tahapan administrasi (penerbitan Surat Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak). Deteksi dan perhitungan awal dapat dilakukan lebih cepat dan akurat oleh sistem.
Jika Faktur Pajak yang diterima oleh PKP pembeli terindikasi tidak lengkap, Coretax System, dengan validasi dan integrasi datanya. Akan lebih mudah dan cepat menolak pengkreditan PPN Masukan dari Faktur Pajak tersebut. Hal ini akan mencegah PKP pembeli mengkreditkan PPN yang tidak seharusnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f UU PPN.
Secara keseluruhan, Coretax System bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan kepatuhan wajib pajak secara signifikan. Dengan validasi yang lebih ketat di awal, deteksi otomatis yang cepat, dan integrasi data menyeluruh. Wajib pajak diharapkan akan lebih cermat dan patuh dalam menerbitkan Faktur Pajak yang lengkap dan benar. Tujuan utamanya adalah meminimalkan kesalahan dan pelanggaran pajak melalui sistem yang terotomatisasi dan transparan.
Memastikan setiap Faktur Pajak diterbitkan dengan lengkap, jelas, dan benar adalah kewajiban mutlak bagi setiap PKP. Ketidakpatuhan, sekecil apa pun itu, bisa berujung pada sanksi denda dan kerugian pajak lainnya. Dengan kehadiran Coretax System, kepatuhan ini menjadi lebih krusial karena sistem akan secara proaktif memvalidasi data dan mendeteksi ketidaksesuaian. Selalu perbarui pemahaman Anda tentang peraturan perpajakan terkini dan beradaptasi dengan sistem baru untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Semoga informasi ini bermanfaat dan memberikan kejelasan bagi Anda dalam menerbitkan Faktur Pajak di era sistem perpajakan yang baru.
Oleh : Dharmawan, SE.SH.MH.BKP,CCL.
Sekjen Perkumpulan Profesi Pengacara, Praktisi Pajak Indonesia (P5I) dan Pembina Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)
Email: [email protected]
Disclaimer: Tulisan ini merupakan pendapat