Anggota Komisi IV DPR RI, Usman Husin, secara terbuka menyarankan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk mengundurkan diri apabila dianggap tidak mampu menangani persoalan kehutanan di Indonesia. Usman menilai Raja Juli tidak memahami aspek teknis sektor kehutanan, terutama terkait izin pelepasan kawasan hutan.
Pernyataan keras itu disampaikan dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (4/12/2025). Menurut Usman, pemerintah seharusnya menghentikan seluruh izin pelepasan kawasan hutan di Pulau Sumatera menyusul bencana besar yang terus terjadi di wilayah tersebut.
Usman menyebut Menteri Kehutanan harus menjelaskan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memulihkan kembali kawasan hutan yang telah dibuka. Ia menyoroti pohon berdiameter besar yang membutuhkan puluhan tahun untuk tumbuh, sehingga izin pembukaan hutan bukan keputusan yang boleh dianggap remeh.
Ia mengkritik keras terbitnya izin pelepasan kawasan hutan di Tapanuli Selatan pada Oktober dan November 2025 padahal sebelumnya disebut akan dihentikan. Menurut Usman, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan pernyataan Menteri Kehutanan sendiri.
Hal inilah yang membuat Usman mendesak Raja Juli mundur dari jabatan jika tidak mampu menjalankan mandatnya.
Menanggapi polemik tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R Saputra, menegaskan bahwa akar masalah kehutanan hari ini bukan hanya salah kelola, tetapi juga lemahnya keberpihakan negara pada rakyat dan lingkungan.
“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Ketika izin-izin hutan diberikan tanpa melihat keselamatan publik dan daya dukung lingkungan, itu berarti negara tidak menjalankan tugasnya,”ujar Prayogi.
Ia menegaskan bahwa kerusakan hutan bukan hanya isu ekologis, tetapi juga isu kemanusiaan karena berkaitan langsung dengan banjir, longsor, hilangnya mata pencaharian, dan meningkatnya risiko bencana.
Mengacu pada prinsip-prinsip Partai X dalam dokumen resmi :
Kerusakan hutan dan bencana yang terjadi di Sumatera, menurut Partai X, adalah konsekuensi dari kebijakan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip tersebut.
Partai X menilai terdapat tiga masalah utama yang membuat sektor kehutanan terus bermasalah:
1. Perizinan yang tidak konsisten dan tidak transparan
Perubahan kebijakan yang tiba-tiba tanpa evaluasi ekologis menimbulkan ketidakpastian dan mempercepat laju deforestasi.
2. Minimnya koordinasi antara pusat dan daerah
Kebijakan kehutanan sering berjalan tanpa keselarasan dengan kebutuhan pemulihan lingkungan daerah yang sedang darurat.
3. Lemahnya pengawasan pada penerima izin
Banyak pelaku industri tidak memenuhi kewajiban reboisasi atau pemulihan lingkungan.
Berdasarkan 10 Poin Penyembuhan Bangsa Partai X , berikut langkah solutif yang diperlukan:
1. Moratorium Total Izin Pembukaan Hutan di Daerah Rawan Bencana
Khususnya di Aceh, Sumut, dan Sumbar yang saat ini mengalami kerusakan parah.
2. Audit Nasional Perizinan Kehutanan
Membatalkan izin yang bermasalah, tidak memenuhi analisis dampak lingkungan, atau tidak menjalankan kewajiban reboisasi.
3. Digitalisasi Pengawasan Hutan
Menggunakan citra satelit real-time agar aktivitas ilegal terdeteksi cepat.
4. Penguatan Peran Negara sebagai Pelindung Alam
Kebijakan kehutanan harus kembali pada prinsip bahwa hutan adalah aset rakyat, bukan komoditas pemerintah.
5. Pendidikan Publik tentang Risiko Ekologis
Agar masyarakat memahami bahwa kerusakan hutan berbanding lurus dengan meningkatnya risiko bencana dan kemiskinan.
Partai X menegaskan perlunya reformasi total sektor kehutanan, bukan sekadar pergantian pejabat atau retorika kekuasaan. “Keselamatan rakyat harus menjadi ukuran seluruh kebijakan negara, bukan keuntungan jangka pendek. Hutan yang rusak berarti rakyat yang terancam,” tutup Prayogi.
Dengan prinsip yang jelas dan solusi konkret, Partai X mendorong pemerintah mengambil langkah nyata untuk menghentikan kerusakan hutan dan memastikan keberlanjutan lingkungan sebagai fondasi kesejahteraan rakyat.