Berita

Naskah Akademik Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945 untuk Pemulihan Kedaulatan Rakyat
Berita Terbaru

Naskah Akademik Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945 untuk Pemulihan Kedaulatan Rakyat

Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute

Indonesia memerlukan keberanian baru dalam melihat kembali fondasi ketatanegaraannya. Selama lebih dari dua dekade, hasil amandemen UUD 1945 meskipun membawa sejumlah kemajuan demokratis justru meninggalkan persoalan besar yang kian terasa hari ini: bergesernya kedaulatan rakyat dari posisi puncaknya, konsolidasi kekuasaan yang berlebihan di tangan Presiden, serta melemahnya lembaga-lembaga pengawasan yang seharusnya menjaga keseimbangan negara.

Sekolah Negarawan hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Gagasan besar yang dibawa oleh Prayogi R. Saputra, Ph.D., dan Rinto Setiyawan, S.H. berangkat dari pertanyaan fundamental: apakah struktur negara kita hari ini masih setia pada ruh pendirian bangsa, ataukah justru telah menyimpang dari prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945?

Pertanyaan ini dijawab melalui penyusunan Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945, lengkap dengan naskah akademiknya, yang kini dapat diakses oleh publik sebagai bagian dari gerakan pemulihan kedaulatan rakyat.
Naskah ini bukan sekadar kritik, tetapi desain ulang total arsitektur ketatanegaraan, dengan landasan filosofis, sosiologis, historis, dan yuridis yang kuat sebagaimana dijelaskan dalam dokumen Rakyat Kembali Berdaulat .

Negara Bukan Penguasa, Melainkan Organisasi Milik Rakyat

Dalam perspektif Sekolah Negarawan, negara harus dipahami sebagaimana kita memahami organisasi modern—khususnya perusahaan.

  • UUD 1945 = Akta Pendirian + Anggaran Dasar Negara
  • Rakyat = Pemilik Sah (Shareholders)
  • MPR = RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), pemegang kekuasaan tertinggi, Kepala Negara (Pimpinan MPR)
  • Presiden = CEO (Direksi), pelaksana operasional, Kepala Pemerintahan
  • Pemerintah = Manajemen
  • Lembaga Negara = Struktur Organisasi yang menjaga akuntabilitas

Model ini menunjukkan sesuatu yang sangat penting:

Pemiliklah yang menentukan arah organisasi, bukan direksi.

Namun dalam praktik pasca amandemen, justru Presiden berubah menjadi figur paling powerful, melemahkan logika hierarki negara dan menggeser rakyat dari posisi sebagai pemilik kedaulatan.

Mengapa Amandemen Kelima Diperlukan?

Naskah akademik ini menunjukkan sejumlah masalah struktural yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan peraturan biasa:

1. Kedaulatan rakyat hilang dari konstruksi konstitusi

Amandemen 1999–2002 menghapus frasa penting “dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”
Akibatnya, MPR kehilangan status sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

2. Presiden menjadi pusat kekuasaan

Dengan dipilih langsung, tetapi tidak berada di bawah MPR, Presiden menjadi figur semi-monarkis yang hampir tidak dapat dikontrol.

3. DPR dan DPD kehilangan daya pengawasan efektif

Sistem check and balance menjadi lemah dan seringkali hanya simbolik.

4. Pemerintah dan negara bercampur konsep

Padahal, dalam tata kelola modern:

Negara adalah pemilik. Pemerintah adalah pengelola.

Perancuan ini menyebabkan banyak penyimpangan dalam fiskal, peradilan, dan birokrasi.

5. Kesalahan desain sistem ekonomi dan keuangan negara

Akibat tidak dipisahkannya:

  • Bendahara Negara ↔ Kasir Negara
  • Regulator ↔ Operator
  • Negara ↔ Pemerintahan

Hal ini membuka ruang penyalahgunaan kewenangan, korupsi struktural, dan dominasi oligarki.

Desain Baru: Negara sebagai Pelayan, Rakyat sebagai Pemilik

Rancangan Amandemen Kelima mengusulkan penataan ulang yang lebih tegas dan modern:

MPR sebagai Kepala Negara & Sumber Kedaulatan

Seperti RUPS dalam perusahaan, MPR menjadi penentu arah negara, bukan Presiden.

Presiden sebagai TKI-1 (Tenaga Kerja Indonesia Nomor Satu)

Tugas Presiden adalah menjalankan pemerintahan, bukan menentukan arah negara.
Ia menjadi pelayan rakyat, bukan penguasa rakyat.

Cak Nun merumuskannya secara lugas:

“Presiden itu outsourcing. Buruh lima tahun.”

Negara selaras dengan Filosofi Sedulur Papat Lima Pancer

Rakyat sebagai pusat, dikelilingi empat pilar bangsa:

  • intelektual,
  • agama,
  • pertahanan-keamanan,
  • budaya.

Ini memastikan negara tidak kehilangan moral dan arah peradabannya.

Sekolah Negarawan: Mempersiapkan Pemimpin Baru Indonesia

Naskah akademik hanyalah fondasi. Perubahan membutuhkan pemimpin yang memahami:

  • struktur negara,
  • ekonomi kerakyatan,
  • governance modern,
  • etika publik,
  • spiritualitas Nusantara.

Karena itu, Sekolah Negarawan adalah inkubator negarawan, bukan tempat pemburu jabatan.

Kedaulatan Rakyat Harus Direbut Kembali, Secara Sah dan Bermartabat

Jika tidak dilakukan, demokrasi Indonesia akan terus bergerak ke arah:

  • politik oligarki,
  • konsentrasi kekuasaan,
  • distorsi konstitusi,
  • dan pengabaian rakyat dari proses kenegaraan.

Bung Hatta telah mengingatkan:

“Indonesia merdeka bukan untuk melahirkan penguasa-penguasa baru.”

Pembaruan konstitusi adalah jalan pulang menuju republik yang sejati—tempat negara kembali menjadi pelayan rakyat, dan rakyat kembali memegang kendali atas arah bangsa.

File Naskah Akademik Rancangan Amandemen Kelima UUD 1945, telah dipersembahkan dari Sekolah Negarawan kepada seluruh rakyat Indonenesia.
Dokumen tersebut dapat diunduh melalui: https://ebook.sekolahnegarawan.id/book/naskah-akademik-rancangan-amandemen-kelima-uud-1945-rakyat-kembali-berdaulat/naskah-akademik-rancangan-amandemen-kelima-uud-1945-rakyat-kembali-berdaulat.pdf