Berita

Siapa Pemilik Negara, Rakyat atau Wakil Korporasi?
Berita Terbaru

Siapa Pemilik Negara, Rakyat atau Wakil Korporasi?

beritax.id – Dalam sebuah diskusi dilansir dari Youtube Partai X dimana di moderatori oleh Aziza Mukti dan narasumber oleh Rinto Setiyawan dari Majelis Tinggi Partai X menyampaikan kritik tajam. Ia mengungkap bahwa sistem ketatanegaraan Indonesia telah berubah secara fundamental sejak Amandemen UUD 1945. Menurutnya, rakyat telah dicabut dari perannya sebagai pemilik sah negara.

Menurut Rinto, perubahan paling merusak terjadi pada amandemen ketiga tahun 2001. Saat itu, frasa “kedaulatan rakyat dijalankan oleh MPR” diganti. Versi barunya menyatakan kedaulatan rakyat dijalankan oleh Undang-Undang Dasar, bukan lagi secara langsung melalui lembaga rakyat. Akibatnya, rakyat hanya diberi hak simbolik, tanpa kuasa menentukan arah negara.

Rakyat Kini Hanya Sekadar Objek

“Nah, kalau misalkan rakyat memiliki tapi tidak menguasai, nah, berarti gimana nih, Pak? Apakah mereka paha? Maksudnya rakyat pada waktu itu ya di tahun 2001 apakah mereka paham kalau mereka yang tadinya diberi kedaulatan itu dicoret dari pemilik saham?” tanya Azizah.

Rinto menjawab kalau waktu itu tahun 2001 itu belum banyak ini, Mbak,anggota-anggota DPR yang memahami sistem tata negara yang benar. Jadi mereka hanya benci saja pada Pak Harto yang penting sistemnya ini dirubah. Akhirnya kebablasan dan untuk negara dan pemerintah atau kepala negara dan pemerintah dirangkap satu orang, kalau itu frasa Mbak Azizah sudah ada sejak Undang-Undang Dasar yang asli. 

Dalam analogi perusahaan, Rinto menggambarkan rakyat sebagai pemegang saham semu. Mereka membayar pajak dan tunduk aturan negara. Namun, mereka tidak punya hak menentukan arah pemerintahan. Rakyat tidak bisa menentukan siapa yang mencalonkan diri menjadi presiden. Bahkan, RUPS negara alias pemilu tidak bisa diakses secara langsung oleh rakyat.

Konsentrasi Kuasa di Presiden Menyalahi Prinsip Perwakilan

Menurut Rinto, saat ini presiden menjabat dua peran sekaligus: kepala negara dan kepala pemerintahan. Hal ini melanggar prinsip pemisahan kekuasaan. Presiden seharusnya hanya pelaksana mandat rakyat. Namun kini, ia justru menjadi satu-satunya simbol negara. Padahal, negara seharusnya dikuasai rakyat dan dikelola secara kolektif, bukan oleh satu orang.

Oligarki Lahir dari Lemahnya Struktur Konstitusional

Rinto menyebut oligarki bukanlah hasil kekuatan korporasi, melainkan kelemahan negara. Ia menilai sistem yang gagal membedakan antara pemerintah dan negara membuka ruang korporasi menguasai pemerintahan. Akibatnya, sumber daya negara dikuasai segelintir kelompok, bukan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945.

Partai X menilai pemilu saat ini bukanlah RUPS rakyat. Rinto menegaskan bahwa rakyat tidak punya kendali atas calon presiden. Kandidat hanya bisa maju jika diusulkan partai atau gabungan partai. Rakyat tidak memiliki hak memilih siapa yang boleh dicalonkan. Akibatnya, demokrasi Indonesia kehilangan esensi perwakilan sejati.

Solusi Partai X: Rakyat Harus Kembali Menjadi Pemilik Saham Negara

Sebagai solusi, Rinto menegaskan perlunya perubahan UUD melalui Amandemen Kelima. Ia menyebut Partai X telah menyiapkan draf lengkap. Draf itu mencakup struktur lembaga tinggi negara yang baru dan desain kabinet efisien. Hanya akan ada kurang dari 20 kementerian dan lembaga, jauh dari jumlah sekarang yang berlebihan.

Partai X menilai hanya ada satu jalan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat dengan ubah konstitusi. Rinto menyebut cara ini berat, namun bukan mustahil. Bisa melalui dekret presiden jika lembaga tinggi negara mengalami malfungsi. Bisa juga melalui mekanisme hukum dan perlawanan konstitusional. Yang penting, rakyat harus kembali menjadi pemilik sejati negara.