Oleh: Rinto Setiyawan – Wakil Direktur Sekolah Negarawan, X Institute
beritax.id - Sudah terlalu lama rakyat Indonesia hanya menjadi simbol dalam konstitusi, tapi tidak pernah benar-benar menjadi subjek pengambil keputusan dalam sistem ketatanegaraan. Kita mendengar kata-kata indah seperti "kedaulatan di tangan rakyat", tapi dalam praktiknya, kekuasaan justru berkumpul di tangan segelintir kelompok, oligarki ekonomi, dan birokrasi tertutup.
Inilah ironi besar dari sistem negara kita hari ini. Negara yang katanya demokratis, tetapi rakyatnya hanya diminta datang lima tahun sekali ke bilik suara, kemudian kembali menjadi penonton, bahkan korban dari keputusan-keputusan yang tidak mereka pahami, apalagi mereka setujui.
Sebagai Wakil Direktur Sekolah Negarawan, saya menyaksikan langsung betapa semangat generasi muda untuk mengubah arah bangsa sangat besar. Tapi sistem “politik” kita tidak memberi ruang kepada mereka. Partai politik berubah menjadi kartel kekuasaan. Lembaga tinggi negara saling berebut legitimasi, tetapi kehilangan jiwanya.
Karena itulah, Amandemen Kelima UUD 1945 bukan hanya kebutuhan konstitusional, tapi keniscayaan sejarah. Kita harus berani kembali ke akar konstitusi yang asli, yang menempatkan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai penjelmaan kehendak rakyat, bukan sekadar ornamen birokrasi.
Kedaulatan rakyat tidak bisa diwakilkan terus-menerus oleh sistem yang rusak. Kita butuh sistem baru yang menyatukan kembali empat pilar utama negara:
1. Kaum intelektual, sebagai otak bangsa,
2. Kaum spiritual dan agama, sebagai hati dan nurani,
3. TNI–Polri, sebagai tulang dan kerangka penjaga kedaulatan,
4. Kaum budaya dan adat istiadat, sebagai darah dan daging identitas bangsa.
Semua unsur ini harus menyatu dengan rakyat sebagai pancer atau jiwa negara. Tidak boleh lagi jalan sendiri-sendiri. Jika dibiarkan terpecah, maka negara akan terus limbung, kehilangan arah, bahkan kehilangan jati dirinya sebagai bangsa merdeka.
1. Menempatkan MPR Rakyat sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan;
2. Memisahkan peran kepala negara dan kepala pemerintahan secara tegas;
3. Mewajibkan lembaga-lembaga tinggi negara bertanggung jawab langsung kepada rakyat melalui mandatarisnya, bukan partai;
4. Memastikan anggaran negara diawasi dan dicairkan melalui sistem kas dan akuntansi yang transparan dan diaudit rakyat melalui mandatarisnya, bukan hanya auditor pemerintah;
5. Memberi hak rakyat untuk mengajukan referendum melalui Petisi Konstitusional.
Kami di Sekolah Negarawan percaya bahwa Indonesia tidak kekurangan orang baik. Tapi sistemnya yang rusak membuat orang baik tidak bisa bekerja dengan maksimal. Karena itu, tugas kita bukan hanya mengganti orangnya, tetapi mengganti sistemnya.
Seperti kata Bung Hatta: "Indonesia merdeka bukan tujuan akhir, melainkan pintu gerbang menuju masyarakat adil dan makmur." Tapi pintu itu hanya bisa kita buka dengan kunci kedaulatan rakyat. Dan saat ini, kunci itu hanya bisa kita temukan melalui Amandemen Kelima UUD 1945.
Saatnya rakyat tidak hanya memiliki kedaulatan—tetapi juga menguasainya kembali.