Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana besar untuk menggantikan LPG impor dengan dimethyl ether (DME) yang dihasilkan dari hilirisasi batu bara. Proyek ambisius ini diperkirakan menelan biaya hingga Rp180 triliun dan akan dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Menanggapi hal ini, anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menilai proyek besar seperti ini harus dikelola dengan transparansi tinggi dan akuntabilitas yang jelas. Menurutnya, pengelolaan dana Danantara yang mengelola aset negara mencapai USD900 miliar atau kurang lebih Rp15 triliun itu harus dilakukan secara efektif dan efisien sesuai dengan prinsip Partai X.
"Kami mendukung upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG. Namun, pengelolaan proyek sebesar ini tanpa transparansi yang memadai berisiko memunculkan masalah seperti yang pernah terjadi pada kasus 1MDB di Malaysia. Pemerintah harus membuka informasi secara detail terkait sumber dana, mekanisme pengelolaan, dan pengawasan proyek ini," tegasnya.
Rinto juga mempertanyakan efektivitas kebijakan hilirisasi batu bara menjadi DME sebagai solusi pengganti LPG. Menurutnya, meski bertujuan untuk kemandirian energi, proyek ini berpotensi merusak lingkungan jika tidak dikelola dengan benar.
"Proyek DME memang bisa mengurangi impor, tapi dampak lingkungannya harus diperhitungkan. Pemerintah seharusnya fokus mengembangkan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan, bukan sekadar mengalihkan ketergantungan dari satu sumber fosil ke yang lain," jelasnya.
Lebih jauh, Rinto menyoroti beberapa hal terkait rencana pemerintah mengganti LPG dengan DME. Pertama, ia menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana Danantara. Ia menyinggung masalah independensi dan profesionalisme dalam pengelolaan Danantara.
Rinto mengingatkan agar pengelolaan proyek strategis ini bebas dari intervensi pihak-pohak tertentu dan konflik kepentingan.
"Jika dewan direksi Danantara tidak diisi oleh orang-orang yang profesional dan independen, proyek ini hanya akan menjadi ladang baru bagi para oligarki untuk memperkaya diri," katanya.
Kemudian, Rinto juga menyoroti mengenai pengembangan energi terbarukan. Menurutnya, alih-alih fokus pada hilirisasi batu bara, pemerintah seharusnya mempercepat investasi di sektor energi terbarukan seperti surya dan angin.
Disisilain, dikatakan Rinto, pemerintah juga harus menyiapkan sistem audit independent. Dalam hal ini, pemerintah perlu melibatkan auditor independen untuk mengawasi pengelolaan dana dan proyek strategis ini guna memastikan tidak ada penyelewengan.
Dengan begitu, proyek-proyek strategis yang direncanakan pemerintah harus dijalankan sesuai dengan prinsip keadilan, kesejahteraan rakyat, dan pelestarian lingkungan.
"Jika pemerintah serius ingin mewujudkan kedaulatan eefesien, efektif, dan transparansi harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai rakyat hanya jadi penonton sementara segelintir orang menikmati keuntungan," pungkas Rinto.