Oleh: Rinto Setiyawan , A.Md., S.H., CTP
Ketua Umum IWPI, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Wakil Direktur Sekolah Negarawan X Institute
Polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo terus bergulir, memicu investigasi dari berbagai pihak, termasuk trio yang populer dengan sebutan RRT (Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa). Mereka berkeliling ke kampus, KPU, hingga lembaga informasi, mencari celah untuk memperjelas keabsahan dokumen pendidikan Jokowi.
Namun dalam kerangka hukum pemilu dan tata negara yang benar, langkah tersebut sebenarnya tidak diarahkan kepada pihak yang tepat. Karena dalam sistem pemilihan presiden Indonesia, yang bertanggung jawab atas kelengkapan, kebenaran, dan legalitas dokumen calon presiden bukan kampus, bukan KPU, dan bukan lembaga lain.
Pihak yang memikul tanggung jawab penuh adalah partai politik pengusung.
Parpol adalah “penjamin” calon presiden, bukan sekadar pengusul
Dalam mekanisme pencalonan presiden di Indonesia, parpol tidak hanya berfungsi mengusung nama. Parpol adalah penanggung jawab administratif, penyeleksi awal, dan penjamin kelayakan calon presiden yang mereka ajukan.
Parpol lah yang:
Artinya, jika ada dugaan persoalan pada dokumen Jokowi, maka pihak pertama yang harus dimintai pertanggungjawaban adalah partai-partai yang mengusungnya pada Pemilu Presiden 2014 dan 2019.
Siapa saja partai pengusung Jokowi?
Pilpres 2014 – Koalisi Indonesia Hebat:
Pilpres 2019 – Koalisi Indonesia Kerja:
Semua partai ini membubuhkan tanda tangan politik di atas pencalonan Jokowi. Dengan demikian, merekalah pihak yang harus menjelaskan proses verifikasi dokumen yang dilakukan saat pengusulan.
KPU hanya memproses, bukan memverifikasi substansi
RRT tampak sibuk mendatangi KPU dan berbagai lembaga, tetapi secara aturan, KPU tidak melakukan verifikasi substansi keaslian ijazah.
KPU hanya memeriksa:
Jika dokumen diserahkan dalam bentuk yang telah dilegalisasi, KPU berkewajiban menerima dan mencatat, bukan menyelidiki keaslian historisnya.
Substansi dokumen tetap menjadi tanggung jawab parpol pengusung
Kampus bukan lembaga politik
UGM atau lembaga pendidikan mana pun tidak memiliki kewajiban hukum untuk menanggapi dugaan publik terkait riwayat akademik calon presiden.
Kewajiban kampus adalah:
Tetapi bukan kampus yang mengusulkan Jokowi menjadi calon presiden.
Sekali lagi, aktor politiknya adalah parpol. Jika ingin menegakkan akuntabilitas, mintalah penjelasan dari parpol
Dalam demokrasi, akuntabilitas harus berjalan di jalur yang benar. Maka RRT maupun publik seharusnya:
Jika parpol menyatakan lalai atau tidak memverifikasi dokumen dengan benar, barulah ada alasan kuat bagi publik untuk melangkah lebih jauh.
Tapi jika parpol menyatakan seluruh prosedur telah dilalui, maka pengusutan harus diarahkan kepada hubungan antara parpol dan calon yang mereka angkat bukan ke lembaga lain yang tidak berwenang.
Kembalikan kritik pada tempatnya
Setiap warga berhak mempertanyakan integritas pejabat publik. Namun kritik harus ditempatkan pada jalur yang benar agar tidak sekadar menghasilkan kegaduhan, melainkan perbaikan sistem.
Dalam kasus ini, pihak yang memikul tanggung jawab utama bukan KPU, bukan kampus, bukan Komisi Informasi, tetapi:
Partai-partai politik yang mengusung dan menjamin keabsahan dokumen Jokowi dalam dua pemilu presiden.
Jika persoalan ingin diselesaikan secara benar, maka pintu pertama yang harus diketuk adalah pintu para pengusungnya.