Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai ruang kebebasan berekspresi makin menyempit pada satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, menyebut aparat semakin represif terhadap masyarakat dan aktivis yang menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. “Sebanyak 5.444 orang ditangkap dan 997 orang telah ditetapkan tersangka dalam setahun terakhir,” kata Isnur.
Penangkapan itu, lanjutnya, berkaitan dengan demonstrasi penolakan revisi UU TNI, peringatan Hari Buruh, dan isu tunjangan DPR.
Isnur menuding pemerintah menutup ruang demokrasi dengan menstigma masyarakat sebagai provokator, pelaku makar, atau teroris. “Legitimasi Presiden menjadi dasar aparat menangkap para pegiat demokrasi yang justru menyuarakan keresahan publik,” ujarnya.
Menurut Isnur, tindakan itu mengaburkan akar persoalan dan menekan kritik yang mestinya dijamin konstitusi. Senada, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyebut pemerintah gagal menunjukkan kemajuan dalam penegakan HAM. “Negara seharusnya menjamin kebebasan berpendapat, bukan mengancamnya dengan kriminalisasi,” tegas Usman.
Peneliti CELIOS, Muhammad Saleh, mencatat hanya 13 persen masyarakat merasa kebebasan sipil terlindungi pada masa pemerintahan ini. Sebanyak 28 persen responden menyatakan kebebasan sipil tidak terlindungi sama sekali. “Penyebabnya adalah penggunaan UU ITE dan pendekatan keamanan terhadap demonstrasi rakyat,” jelas Saleh.
Pandangan Partai X: Demokrasi Milik Rakyat
Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X sekaligus Direktur X Institute, Prayogi R. Saputra, menegaskan perlunya mengembalikan demokrasi ke rakyat. Ia mengingatkan bahwa tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat dengan adil.
“Kalau suara rakyat dibungkam, berarti negara kehilangan jiwanya sebagai pelindung dan pelayan rakyat,” ujar Prayogi.
Menurutnya, demokrasi tidak boleh berhenti pada pemilu, tetapi harus hidup dalam kebebasan berpendapat setiap hari.
Partai X menegaskan bahwa pemerintah hanyalah pelaksana mandat rakyat, bukan pengendali pikiran dan tindakan rakyat. Dalam prinsip Partai X, negara terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintah. Pemerintah tidak boleh berdiri di atas rakyat.“Rakyatlah pemilik kedaulatan. Negara kuat kalau rakyatnya bebas berbicara tanpa takut ditangkap,” kata Prayogi.
Solusi Partai X: Demokrasi yang Beradab
Partai X menawarkan solusi untuk menghidupkan kembali demokrasi yang berkeadilan:
Prayogi menegaskan, kebebasan berekspresi adalah fondasi demokrasi, bukan ancaman bagi stabilitas negara. “Kalau negara takut pada suara rakyat, itu tanda negara sedang jauh dari rakyatnya,” katanya.
Partai X menyerukan agar pemerintah membuka ruang dialog dan menghentikan kriminalisasi terhadap suara kritis. “Demokrasi sejati adalah ketika rakyat bicara dan negara mendengarkan,” tutup Prayogi.