Berita

Migrasi CoreTax: Ketika Transisi Dianggap Bukan yang Utama, Kepercayaan Jadi Korban Pertama
Berita Terbaru

Migrasi CoreTax: Ketika Transisi Dianggap Bukan yang Utama, Kepercayaan Jadi Korban Pertama

Oleh: Erick Karya, S.Kom. Direktur PT. Enygma Solusi Negeri sekaligus Anggota Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI)

beritax.id - Pernyataan Dirjen Pajak Bimo Pamungkas dalam artikel DDTCNews berjudul “Migrasi Data ke CoreTax Butuh Waktu Setahun” mengindikasikan bahwa transisi menuju sistem CoreTax dianggap sebagai proses yang wajar meski memakan waktu cukup panjang. Namun, pernyataan tersebut justru membuka pertanyaan penting: mengapa transisi dianggap sepele, sementara dampaknya sangat mendasar?

Jika transisi sistem tidak dirancang sebagai prioritas utama, maka yang dikorbankan bukan hanya waktu, melainkan kepercayaan. Dan dalam konteks sistem perpajakan, kepercayaan publik adalah aset yang tidak bisa dibeli kembali begitu saja.

Ketika Legacy Ditinggalkan Tanpa Jembatan

Ironisnya, justru Wajib Pajak besar yang pertama kali "diwajibkan" menggunakan CoreTax. Padahal mereka memiliki volume transaksi tinggi dan kompleksitas pelaporan yang tidak kecil. Hasilnya? Banyak dari mereka masih harus bergantung pada sistem lama karena CoreTax belum siap secara fungsional. Transisi yang diharapkan berjalan lancar, justru menimbulkan dual system yang membingungkan.

Dalam teori manajemen perubahan, sistem lama (legacy system) bukan sekadar beban warisan, tetapi peta proses bisnis yang harus dibaca ulang saat membangun sistem baru. Sayangnya, dalam kasus ini, sistem lama tampaknya ditinggalkan tanpa skema jembatan yang jelas—baik dari sisi infrastruktur maupun komunikasi proses.

Dampak Sistemik: Jika WP Besar Saja Kewalahan, Bagaimana dengan WP Kecil?

Gagalnya CoreTax dalam melayani WP besar seharusnya menjadi alarm dini. Karena bila sistem baru tidak mampu menangani mereka, WP kecil dan menengah akan jauh lebih rentan. Kelompok ini biasanya tidak memiliki sumber daya pendukung seperti konsultan TI atau tim internal. Mereka sangat bergantung pada stabilitas sistem dan kejelasan proses.

Ketika layanan teknis menumpuk akibat lonjakan aduan dari WP kecil dan besar secara bersamaan, kewalahan administratif tidak terhindarkan. Layanan DJP berpotensi stagnan, dan banyak pengaduan yang berakhir tanpa tanggapan. Di sinilah transisi yang tidak tuntas berbalik menjadi krisis kepercayaan.

Ini Bukan Sekadar Soal Teknologi

Menganggap transisi sebagai urusan teknis semata adalah kekeliruan umum dalam transformasi digital sektor publik. Literatur global seperti Gartner’s Migration Framework, Kotter’s 8-Step Change Model, dan Prosci’s ADKAR telah menegaskan bahwa transisi adalah urusan strategi, komunikasi, dan keterlibatan pengguna—bukan hanya soal coding atau migrasi data.

Pernyataan bahwa butuh satu tahun untuk migrasi karena aplikasi lama masih harus dirawat, justru menunjukkan bahwa transisi tidak dirancang secara sistemik sejak awal. Bila benar dirancang dengan pendekatan bertahap (phased implementation), maka sistem lama tidak perlu “dirawat” seadanya, melainkan diintegrasikan secara penuh dan temporer dengan sistem baru melalui mekanisme sinkronisasi data.

Seruan IWPI: Letakkan Transisi sebagai Fondasi, Bukan Sekadar Formalitas

Sebagai bagian dari masyarakat pajak yang aktif, IWPI menyerukan beberapa langkah korektif yang seharusnya segera dilakukan oleh DJP:

  1. Redesain strategi transisi agar berbasis pada uji coba bertahap (WP kecil → menengah → besar), bukan sebaliknya.
  2. Bangun sistem jembatan yang fungsional antara aplikasi lama dan CoreTax—bukan paralel tanpa keterhubungan data.
  3. Libatkan komunitas wajib pajak dalam uji fungsional, pelatihan, dan masukan proses bisnis, bukan hanya sekadar pengguna akhir yang disuruh menyesuaikan.

Penutup: Kepercayaan Adalah Infrastruktur yang Tak Terlihat

Transformasi digital di sektor perpajakan adalah keniscayaan. Tapi perlu diingat, teknologi adalah alat—yang utama tetap proses, manusia, dan kepercayaan. Ketika transisi dianggap bukan hal utama, kepercayaan publik akan menjadi korban pertama. Dan bila kepercayaan hilang, tak ada sistem secanggih apa pun yang bisa menggantikannya.