Band punk rock asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani, menjadi sorotan publik setelah lagunya yang berjudul "Bayar Bayar Bayar" viral di sosial media. Kontroversi semakin berkembang ketika video permintaan maaf dari dua personel Sukatani beredar, di mana mereka tampil tanpa topeng.
Mereka menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada institusi Polri atas polemik yang timbul karena lagu “Bayar Bayar Bayar” tersebut. Video permohonan maaf dari Sukantani terhadap institusi Polri tersebut membuat publik berspekulasi jika yang bersangkutan kemungkinan mendapatkan upaya intimidasi. Apalagi, band tersebut juga memutuskan menarik lagunya dari platform digital music.
Lirk lagu “Bayar Bayar Bayar” sendiri berisikan kritikan akan praktik pungutan liar yang dilakukan oleh oknum aparat di lapangan. Kabarnya, karena hal ini pula band Sukantani dipanggil pihak kepolisian, bahkan salah satu personilnya mengalami pemecatan dari pekerjaannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Disisilain, ramainya berbagai spekulasi di masyarakat mengenai lagu tersebut lansung diklarifikasi oleh Polri yang dengan tegas menyebut jika institusinya tidak anti kritik. Hal itu disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menekankan ada kesalahpahaman sehingga memunculkan kontroversi tersebut. Pihaknya bahkan menawari band Sukantani sebagai Duta Polri
“Kalau Band Sukatani berkenan akan kami jadikan juri atau band duta untuk Polri terus membangun kritik demi koreksi dan perbaikan terhadap institusi dan juga konsep evaluasi secara berkelanjutan terhadap perilaku oknum Polri yang masih menyimpang. Bagi kami kritik terhadap Polri menjadi bentuk kecintaan masyarakat terhadap institusi Polri,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan menyatakan, lagu “Bayar Bayar Bayar” ini bentuk kritik yang disampaikan oleh Sukatani sebagai partisipasi masyarakat dalam mengawasi kinerja aparat dan mendorong akuntabilitas.
Rinto pun menekankan, kritik yang disampaikan melalui seni merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin dalam sistem demokrasi. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kritik harus disampaikan secara konstruktif dan bertanggung jawab, tanpa menimbulkan keresahan di masyarakat.
“bentuk kritik lewat lagu itu sah. Kritik yang membangun adalah elemen penting dalam sistem pemerintahan yang sehat. Dalam konteks lagu Bayar Bayar Bayar, kita harus melihat esensi dari kritik yang disampaikan, bukan sekadar bentuknya. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam tata kelola pemerintahan, termasuk dalam institusi penegak hukum,” ujarnya.
Rinto juga menyoroti pentingnya komitmen terhadap prinsip keadilan dan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang menjadi pegangan Partai X. Menurutnya, setiap bentuk kebijakan dan tindakan pemerintahan harus dijalankan secara efektif, efisien, dan transparan untuk memastikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Partai X berkomitmen untuk terus memperjuangkan tata kelola negara yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Jika memang ada praktik yang merugikan masyarakat, sudah sepatutnya pemerintah mendengar dan memperbaikinya. Namun, komunikasi antara masyarakat dan pemerintah harus dibangun dalam koridor saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi,” jelasnya.
Selain itu, Rinto juga menilai langkah Kapolri yang mengajak Sukatani menjadi Duta Polri merupakan pendekatan yang menarik. Namun, ia juga mengingatkan agar hal ini bukan semata untuk respons reaktif semata.
“Jika ajakan tersebut memang didasari niat untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakat dan membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya keadilan, tentu ini bisa menjadi langkah positif. Namun, jangan sampai ini hanya menjadi respons reaktif tanpa ada perubahan nyata di lapangan,” tegas Rinto.
Menurutnya, kontroversi terkait lagu ini harus menjadi refleksi bersama tentang peran seni sebagai medium kritik sosial serta tanggung jawab institusi pemerintahan dalam menanggapi aspirasi masyarakat. Partai X pun mendorong aparat hukum untuk semakin profesional dalam menjalankan tugasnya agar kepercayaan publik tetap terjaga.
“Bayar Bayar Bayar” bukan sekadar persoalan satu lagu, tetapi menjadi simbol dari pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan kebebasan berekspresi yang bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kita ingin negara ini dikelola dengan baik, tanpa adanya ketimpangan hukum dan ketidakadilan. Oleh karena itu, kami mengajak semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, maupun institusi penegak hukum, untuk bersama-sama menciptakan sistem yang lebih baik, demi kesejahteraan seluruh rakyat,” pungkas Rinto.